Tuesday, December 14, 2010

Grasshopper




Penerbit: PT Elex Media Komputindo, Jakarta
Tebal: 324 halaman
Genre: Thriller, drama
Rilis: 15 Desember 2010
Harga: Rp 49.800
Bagi Prita, dan juga Saras, masa remaja mereka nggak melulu hanya berisi kisah percintaan yang berwarna serba pink. Mendadak, tak ada hujan tak ada angin, mereka menjumpai kehidupan mereka berada pada persimpangan dua jalan: terus jadi remaja biasa, atau total terjun ke bulutangkis.
Sesudah tampil bagus di Kejurda Yunior Bulutangkis Kota Magelang, Prita didaftarkan secara misterius mengikuti turnamen seri Future Series, Jogjakarta Open, oleh seseorang yang mengaku bernama Pak Subur.

Di pihak lain, Saras yang lantas juga ikut turnamen yang sama, lolos audisi artis sinetron yang digelar agensi modellingnya bekerjasama dengan sebuah PH terkenal di Jakarta.
Pilihan tak menjadi mudah ketika baik Prita maupun Saras sama-sama bermain hebat di Jogja Open. Adakah Prita rela mengorbankan masa remajanya untuk mengejar impian menjadi jagoan badminton kaliber dunia kayak Susi Susanti? Dan manakah yang akan dipilih Saras antara badminton dan sinetron?
Trivia
Ini novel keenam di bawah major label Elex Media Komputindo, setelah Kok Jadi Gini?, Waiting 4 Tomorrow, The Rain Within (2005), Rendezvous at 8 (2006), dan Dunia Dini (2007).
Nama Grasshopper saya ambil dari nama julukan Kwai Chang Caine (David Carradine) dari serial TV “Kung Fu” sewaktu masih belajar di biara Shaolin. Nama julukannya saat itu adalah Grasshopper (Belalang).
Koran Harian Semarang sungguh-sungguh ada di Semarang. Bahkan, saya sempat kerja di sana, meski hanya 4 hari (dari Minggu sampai Rabu!). Tapi waktu Grasshopper mulai saya tulis tahun 2007, jelas belum ada cikal bakal akan berdiri koran Harian Semarang sungguhan.
Wira dan Tabloid Remaja Abege sudah cukup sering muncul di novel-novel saya, mulai “The Rain Within” (2005), “Rendezvous at 8” (2006), hingga “Dunia Dini” (2007). Tabloid Abege juga disebut di “Say No to Love” (2007).
Juara tunggal putera All England tahun 1990 di dunia nyata adalah Zhao Jianhua dari China. Di final, ia mengalahkan Joko Suprianto (Indonesia) dengan skor 15-4, 15-1.
“Menuju Matahari” adalah cerita silat bersambung buatan saya yang dimuat di koran Suara Merdeka Semarang tahun 1997-1998 lalu. Cerita ini sekarang saya re-run di Wien’s World dan ditunggu-tunggu siang-malem oleh Himayati Childa!
Personality kebintangan adalah problem utama mengapa badminton belum semendunia sepakbola, tenis, Formula 1, atau basket. Para pemain serba tampil biasa, simpel, dan apa adanya. Belum ada pebulutangkis yang kontroversial seperti Wayne Rooney, bermulut besar seperti Muhammad Ali, nyentrik seperti Dennis Rodman, atau sekaligus fotomodel seperti Anna Kournikova.
Yang pernah kalah dengan skor all-zero dalam dua set adalah saya sendiri, hehe...! Tahun 1999, saya kalah 0-15, 0-15 dalam pertandingan badminton Proklamasi Kemerdekaan tingkat RW VII di Perumahan Genuk Indah, Semarang.
Jalan Sutopo (Sutopo adalah nama asli saya!) betul-betul ada di Kota Magelang. Letaknya tak terlalu jauh dari alun-alun dan berdekatan dengan kompleks warung kupat tahu yang terkenal itu. Lapas Magelang terletak di Jl Sutopo. Ada yang mau daftar?
Kumpulan cerita lucu Humor Suroboyoan karya Budhi Santoso betul-betul pernah beredar luas melalui email dan mailing list dan membikin gempar para pengguna internet. Saya sendiri hanya punya jilid pertamanya.
Restoran Asia yang menyajikan Chinese food benar-benar ada di Magelang.
Cerita tentang tokoh jagoan yang terobsesi memperdalam ilmu sehingga menelantarkan isteri sendiri saya ambil dari episode kisah Toan Hongya dari cersil The Legend of Condor Heroes karya Chin Yung. Di cerita itu, isteri Toan Hongya yang kesepian lalu menjalin affair dengan Cioe Pek Thong si Bocah Tua Nakal, adik seperguruan Ong Tiong Yang dari Perguruan Coa Cin Pay.

2 comments:

rambi said...

akhirnyaaa.. keluar juga buku baru mas wien,, *senyum lebar*

grasshopper,, here i come *brangkat ke gramedia* :D

wiwien wintarto said...

thanks rambi. slamat mbaca (beli dulu tentunya, hehe...)